BOGOR-Shalat Dhuha hukumnya sunnah muakkad (sangat dianjurkan). Sebab, Rasulullah senantiasa mengerjakannya dan berpesan kepada para sahabatnya untuk mengerjakan shalat Dhuha sekaligus menjadikannya sebagai wasiat. Wasiat yang diberikan Rasulullah kepada satu orang juga berlaku untuk seluruh umat, kecuali terdapat dalil yang menunjukkan kekhususan hukumnya bagi orang tersebut. Shalat Dhuha adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada pagi hari, dimulai ketika matahari mulai daik sepenggalah atau setelah terbit matahari (sekitar jam 7) sampai sebelum masuk waktu zhuhur ketika matahari belum naik pada posisi tengah-tengah. Namun lebih baik apalbila dikerjakan setelah matahari terik. Shalat Dhuha sekurang-kurangnya terdiri dari dua rakaat. Tidak ada batasan yang pasti mengenai jumlahnya. Namun, terkadang Rasulullah mengerjakan dua rakaat, empat rakaat, delapan rakaat, bahkan lebih. Setiap dua rakaat ditutup dengan salam. Menunaikan Shalat Dhuha selain sebagai wujud kepatuhan kepada Allah dan Rasul-Nya, juga sebagai perwujudan syukur dan takwa kepada Allah karena Allah Maha Hikmah. Apapun amal ibadah yang disyariatkan aka mengandung banyak keutamaan dan hikmah. Diantara keutamaan shalat Dhuha antara lain, (1) Sholat Dhuha adalah sedekah, (2) sebagai investasi Amal Cadangan, (3) Keuntungan yang besar, (4) Dicukupi Kebutuhan Hidupnya, (5) Pahala Haji dan Umrah, (6) Diampuni semua dosanya walapun sebanyak buih di laut, (7) Istana Di Surga. Shalat bagi Rasulullah merupakan manifestasi takwa, cinta, dan syukurnya kepada Allah. Selain itu, shalat juga berfungsi sebagai riyadhah ruhiyah (olah jiwa) yang dapat mendatangkan kenikmatan, keindahan, dan kebahagiaan. Ibadah adalah bukti cinta seorang hamba kepada penciptanya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kecintaan ini dapat mengalahkan segalanya. Demikianlah perwujudan cinta istri Nabi Yusuf AS, Siti Zulaikha dalam ibadah dan zikirnya kepada Allah. Riwayat ini terukir dalam kitab Mukasyafatul Qulub karya Imam Al-Ghazali.